Selasa, 01 Desember 2009

revolusi yang tak kunjung basi

Apa Itu Revolusi Permanen?

Di dalam paragraf ke dua dari “Pengantar Untuk Revolusi Permanen Edisi Bahasa Indonesia” yang ditulis oleh Alan Woods, tertulis:
“Revolusi Permanen, walaupun menerima fakta bahwa tugas-tugas objektif yang dihadapi oleh kelas buruh Rusia adalah tugas-tugas revolusi borjuis demokratik, menjelaskan bahwa bagaimana di sebuah negara yang terbelakang di dalam era imperialisme, kaum "borjuis nasional" tidak mampu memainkan peran yang progresif.”

Jadi jelas sekali kalau Revolusi Permanen tidak mengabaikan tugas-tugas revolusi borjuis demokratik seperti yang ditulis oleh Rudi di dalam balasannya. Tetapi, mari kita maafkan kawan Rudi karena mungkin dia terburu-buru membacanya dan tidak melihat paragraf ini. Akan tetapi, jangan kita mengandalkan pendapat kawan Alan Woods saja, mari kita kembali lagi ke sumber utama dari teori Revolusi Permanen.

Revolusi Permanen tidaklah mencampurkan revolusi demokratik dan revolusi sosialis seperti yang dipaparkan oleh Rudi. Cara pandang ini adalah cara pandang yang melihat revolusi (dan tugas-tugasnya) sebagai satu skema yang statis dan bukan sesuatu yang bisa mengalir dari satu sama lain. Trotsky mengatakan bahwa di dalam Revolusi Rusia, “sejarah menggabungkan isi utama revolusi borjuis dengan tahapan pertama revolusi proletar – tidak mencampurnya namun menggabungkannya secara organik.”.

Menurut Rudi, Trotsky langsung ingin segera menuju sosialisme. Tapi tunggu sebentar, ternyata kalau kita membaca buku Revolusi Permanen dengan seksama, Trotsky tidak pernah mengatakan atau berpandangan seperti itu:

"Kita telah menunjukkan bahwa syarat-syarat objektif untuk sebuah revolusi sosialis telah diciptakan oleh perkembangan ekonomi negara-negara kapitalis maju ... Dapatkah kita mengharapkan bahwa pemindahan kekuasaan ke tangan kaum proletar Rusia akan menjadi permulaan dari transformasi ekonomi nasional kita menjadi ekonomi sosialis? ... 'Kaum pekerja Paris,' kata Marx, 'tidak menuntut keajaiban dari Komune mereka.' Kita juga tidak boleh mengharapkan keajaiban yang segera dari kediktatoran proletar. Kekuatan politik bukanlah mahakuasa. Akan sangat menggelikan untuk berpikir bahwa kaum proletar hanya perlu mengambil kekuasaan dan kemudian menyerukan beberapa dekrit untuk menggantikan kapitalisme dengan sosialisme. Sebuah sistem ekonomi bukanlah produk dari aksi pemerintahan. Apa yang dapat dilakukan oleh kaum proletar adalah untuk menggunakan kekuasaan politiknya dengan seluruh tenaga guna mempermudah dan memperpendek jalan perkembangan ekonomi menuju kolektivisme. Kaum proletar akan memulai reformasi-reformasi ini yang terkandung di dalam apa yang disebut program minimum; dan langsung dari sini, logika posisinya akan mendorongnya ke kebijakan-kebijakan kolektivisme." (Hasil dan Prospek, Bab 8. Sebuah Pemerintahan Buruh di Rusia dan Sosialisme)

Dari kutipan ini, dan juga paragraf-paragraf selanjutnya yang menjelaskan lebih detil, sangat jelas kalau Trotsky tidak menganjurkan langsung segera menuju sosialisme. Adalah sebuah kegilaan kalau kita mengira kita bisa langsung menerapkan sosialisme dengan dekrit-dekrit negara. Menurut Trotsky kaum proletar dengan kekuasaan politiknya harus mengambil sejumlah langkah-langkah sosialis yang praktikal (ini berbeda dengan tuduhan segera menuju sosialisme). Trotsky memberikan sebuah contoh di paragraf selanjutnya, yakni "sosialisasi produksi akan dimulai dari cabang-cabang industri yang memberikan kesulitan-kesulitan paling kecil."

Bagaimana dengan kaum tani yang diabaikan oleh Trotsky? Ternyata Trotsky tidak pernah mengabaikan kaum tani.

"Hal pertama yang harus diatasi oleh rejim proletar setelah berkuasa adalah solusi masalah agraria, yang mana nasib mayoritas populasi Rusia tergantung padanya. Di dalam solusi untuk permasalahan ini, seperti halnya dengan masalah-masalah yang lain, kaum proletar akan dibimbing oleh tujuan fundamental dari kebijakan ekonominya, yakni untuk memimpin bidang pertanian sebesar mungkin guna melaksanakan organisasi ekonomi sosialisme. Akan tetapi, bentuk dan tempo dari eksekusi kebijakan agraria ini harus ditentukan oleh sumberdaya material yang dimiliki oleh kaum proletar, dan juga dengan memperhatikan supaya sekutu-sekutu potensialnya tidak terlempar ke pangkuan kaum konter-revolusioner." (Hasil dan Prospek, Bab 8. Sebuah Pemerintahan Buruh di Rusia dan Sosialisme)

Dari kutipan pendek ini saja, jelas kalau Trotsky tidak mengabaikan kaum tani. Semoga setelah eksposisi pendek ini, pemelintiran ide-ide Trotsky tidak akan terulang lagi dan kita bisa berdiskusi lebih efektif mengenai prospek revolusi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar